Para shalafush shalih yang menyembah kubur

Sabtu, 18 Juni 2011

Sungguh keji perkataan salafiyyun terhadap Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Di antara julukan mereka terhadap kita adalah Quburiyyun, penyembah qubur, dsb. Kata-kata semacam ini sama dengan takfir. Karena penyembah kubur itu sudah jelas batal keislamannya. Lalu mereka menyebut kita sebagai penyembah kubur hanya karena kita berziaroh ke makam para wali dan orang-orang shalih.
Tidak tahukah mereka, bahwa para shahabat pun telah melakukan hal yang sama? Apakah mereka mau menghujat para salafush shalih itu sebagai penyembah kubur juga? Sungguh ini adalah perbuatan yang melampaui batas, ekstrim, ghuluw.


Dawud bin Abi Shaleh mengatakan: “Suatu saat Marwan bin Hakam datang ke Masjid (Nabawi). Dia melihat seorang lelaki telah meletakkan wajahnya di atas makam Rasul. Kemudian Marwan menarik leher dan mengatakan: “sadarkah apa yang telah engkau lakukan?”. Kemudian lelaki itu menengok ke arah Marwan (ternyata lelaki itu adalah Abu Ayyub al-Anshari) dan mengatakan: “Ya, aku bukan datang untuk seonggok batu, aku datang di sisi Rasul. Aku pernah mendengar Rasul bersabda: Sewaktu agama dipegang oleh pakarnya (ahli) maka janganlah menagis untuk agama tersebut. Namun ketika agama dipegang oleh yang bukan ahlinya maka tangisilah”.” (Lihat: Mustadrak ala as-Shohihain karya al-Hakim an-Naisaburi Jilid: 4 Halaman: 560 Hadis ke-8571 atau Wafa’ al-Wafa’ karya Samhudi Jilid: 4 Halaman 1404)
Hadis di atas (dari Hakim an-Naisaburi) telah dinyatakan kesasihahannya oleh adz-Dzahabi. Sehingga tidak ada seorang ahli hadis lain yang meragukannya.
Atas dasar hadis di atas maka, as-Samhudi dalam kitab Wafa’ al-Wafa’ jilid: 4 halaman: 1404 menyatakan bahwa; “jika sanad hadisnya dinyatakan baik (benar) maka menyentuh tembok kuburan (makam) tidak bisa dinyatakan makruh”. Jika hukum makruh saja tidak bisa ditetapkan apalagi hukum haram, sebagai perwujudan dari perbuatan syirik sebagaimana yang ‘dihayalkan’ oleh kaum Wahaby.
Abu Darda’ dalam sebuah riwayat menyebutkan: “Suatu saat, Bilal (al-Habsyi) bermimpi bertemu dengan Rasul. Beliau bersabda kepada Bilal: “Wahai Bilal, ada apa gerangan dengan ketidakperhatianmu (jafa’)? Apakah belum datang saatnya engkau menziarahiku?”. Selepas itu, dengan perasaan sedih, Bilal segera terbangun dari tidurnya dan bergegas mengendarai tunggangannya menuju Madinah. Lalu Bilal mendatangi kubur Nabi sambil menangis lantas meletakkan wajahnya di atas pusara Rasul. Selang beberapa lama, Hasan dan Husein (cucu Rasul) datang. Lantas Bilal mendekap dan mencium keduanya”. (Lihat: Tarikh Damsyiq jilid 7 Halaman: 137, Usud al-Ghabah karya Ibnu Hajar Jilid: 1 Halaman: 208, Tahdzibul Kamal jilid: 4 Halaman: 289, dan Siar A’lam an-Nubala’ karya Adz-Dzahabi Jilid: 1 Halaman 358)
Ibnu Hamlah menyatakan: “Abdullah bin Umar meletakkan tangan kanannya di atas pusara Rasul dan Bilal pun meletakkan pipinya di atas pusara itu”. (Lihat: Wafa’ al-Wafa’ Jilid: 4 Halaman: 1405)
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa; sewaktu Rasulullah dikebumikan, Fatimah –puteri Rasul satu-satunya- bersimpuh di sisi kuburan Rasul dan mengambil sedikit tanah makam Rasul kemudian diletakkan dimukanya dan sambil menangis ia pun membaca beberapa bait syair…. (Lihat: al-Fatawa al-Fiqhiyah karya Ibnu Hajar Jilid: 2 Halaman: 18, as-Sirah an-Nabawiyah jilid: 2 Halaman: 340, Irsyad as-Sari jilid: 3 Halaman: 352, dsb)
Seorang Tabi’in bernama Ibnu al-Munkadir pun pernah melakukannya (bertabarruk kepada kubur Rasul). Suatu ketika, di saat beliau duduk bersama para sahabatnya, seketika lidahnya kelu dan tidak dapat berbicara. Lantas beiau langsung bangkit dan menuju pusara Rasul dan meletakkan dagunya di atas pusara Rasul kemudian kembali. Melihat hal itu, seseorang mempertanyakan perbuatannya. Lantas beliau menjawab: “Setiap saat aku mendapat kesulitan, aku selalu mendatangi kuburan Nabi”. (Lihat: Wafa’ al-Wafa’ Jilid: 2 Halaman: 444)
Dari Aus bin Abdullah: “Sautu hari kota Madinah mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madinah kepada Aisyah mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: “Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung”, maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk” (HR. Ad-Darimi)
Jika orang yang mencium kubur orang shalih atau mengusap kubur orang shalih dan mengusapkannya ke wajahnya itu disebut penyembah kubur, lalu bagaimana dengan shahabat yang mencium mimbar Nabi? Apakah beliau juga disebut penyembah mimbar? Bagaimana dengan yang menyimpan rambut Nabi seperti Imam Ahmab bin Hanbal? Apakah beliau disebut penyembah rambut? Berhati-hatilah terhadap syubhat salafy-wahhaby, karena syubhat mereka itu dapat mengeruhkan aqidah dan mengikis sunnah Nabi.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan anda di sini