Tahlilan Madzhab Syafi'iyah

Jumat, 17 Juni 2011

Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut
sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab
Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun
ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar
dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu
amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam.
Sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena
itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam
hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para
ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.
Tahlilan, sebagian kaum Muslimin menyebutnya dengan “majelis tahlil”, “selamatan kematian”,
“kenduri arwah” dan lain sebagainya. Apapun itu, pada dasarnya tahlilan adalah sebutan untuk
sebuah kegiatan dzikir dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Yang mana didalamnya
berisi kalimat-kalimat thayyibah, tahmid, takbir, tasybih hingga shalawat, do’a dan permohonan
ampunan untuk orang yang meninggal dunia, pembacaan al-Qur’an untuk yang meninggal dunia dan
yang lainnya. Semua ini merupakan amaliyah yang tidak ada yang bertentangan dengan syariat Islam
bahkan merupakan amaliyah yang memang dianjurkan untuk memperbanyaknya.
Istilah tahlilan sendiri diambil dari mashdar dari fi’il madzi “Hallalla – Yuhallilu – Tahlilan”, yang
bermakna membaca kalimat Laa Ilaaha Ilaallah. Dari sini kemudian kegiatan merahmati mayyit ini di
namakan tahlilan karena kalimat thayyibah tersebut banyak dibaca didalamnya dan juga penamaan
seperti ini sebagaimana penamaan shalat sunnah tasbih, dimana bacaan tasbih dalam shalat tersebut
dibaca dengan jumlah yang banyak (300 kali), sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Namun, masingmasing
tempat kadang memiliki sebutan tersendiri yang esensinya sebenarnya sama, sehingga ada
yang menyebutnya sebagai “Majelis Tahlil”, “Selamatan Kematian”, “Yasinan” (karena dimulai dengan
pembacaaan Yasiin), “Kenduri Arwah”, “Tahlil”, dan lain sebagainya.
Tahlilan sudah ada sejak dahulu, di Indonesia pun atau Nusantara pun tahlilan sudah ada jauh
sebelum munculnya aliran yang kontra, yang mana tahlilan di Indonesia di prakarsai oleh para ulama
seperti walisongo dan para da’i penyebar Islam lainnya. Tahlilan sebagai warisan walisongo terus di
laksanakan oleh masyarakat muslim hingga masa kini bersamaan dengan sikap kontra segelintir kaum
muslimin yang memang muncul di era-era dibelakangan. Dalam bahasan ini setidaknya ada beberapa
hal pokok dalam tahlilan yang harus dipaparkan sebab kadang sering dipermasalah. Untuk
mempermudah memahami masalah ini yakni amaliyah-amaliyah masyru’ yang terdapat dalam tahlilan
(kenduri arwah) maka bisa di rincikan sebagai berikut :


I. DO’A UNTUK ORANG MATI
Kaitan dengan do’a, hal ini tidak begitu dipermasalahkan, sebab telah menjadi kepakatan ulama ahlus
sunnah wal jama’ah bahwa do’a sampai kepada orang mati dan memberikan manfaat bagi orang
mati. Begitu banyak dalil yang menguatkan hal ini. Diantaranya dalil yang menunjukkan hal tersebut
adalah sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’alaa telah berfirman :
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya
Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
(QS. al-Hasyr 59 ; 10)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’alaa memberitahukan bahwa orang-orang yang datang setelah
para sahabat Muhajirin maupun Anshar mendo’akan dan memohonkan ampun untuk saudarasaudaranya
yang beriman yang telah (wafat) mendahului mereka sampai hari qiamat. 1 Mereka yang
1 Lihat : Tafsirul Jalalain karya al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli (asy-Syafi’i).
dimaksudkan adalah para tabi’in dimana mereka datang setelah masa para sahabat, mereka berdoa
untuk diri mereka sendiri dan untuk saudara mukminnya serta memohon ampun untuk mereka. 2
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَا لْمُؤْمِنَاتِ
“dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan
perempuan” (QS. Muhammad 47 : 19)
Ayat ini mengisyaratkan bermanfaatnya do’a atau permohonan ampun oleh yang hidup kepada orang
yang meninggal dunia. Serta perintah untuk memohonkan ampunan bagi orang-orang mukmin.
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين إلا تبارا
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman
dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan
bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS. Nuh 71 : 28)
Allah Subhanahu wa Ta’alaa juga berfirman :
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ
“dan mendo'alah untuk mereka, sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka” (QS. at-Taubah : 104)
Frasa “shalli ‘alayhim” maksudnya adalah berdolah dan mohon ampulan untuk mereka, 3 ini
menunjukkan bahwa do’a bermanfaat kepada orang lain.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم كلما كان ليلتها من رسول الله صلى الله عليه وسلم يخرج من آخر الليل إلى البقيع فيقول السلام
عليكم دار قوم مؤمنين وأتاكم ما توعدون غدا مؤجلون وإنا إن شاء الله بكم لاحقون اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد.
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada malam hari yaitu keluar pada akhir malam ke
pekuburan Baqi’, kemudian Rasulullah mengucapkan “Assalamu’alaykum dar qaumin
mu’minin wa ataakum ma tu’aduwna ghadan muajjaluwna wa innaa InsyaAllahu bikum laa
hiquwn, Allahummaghfir lil-Ahli Baqi al-Gharqad”. 4
Ini salah satu ayat dan hadits yang menyatakan bahwa mendo’akan orang mati adalah masyru’
(perkara yang disyariatkan), dan menganjurkan kaum muslimin agar mendo’akan saudara muslimnya
yang telah meninggal dunia. Banyak-ayat-ayat serupa dan hadits-hadits yang menunjukkan hal itu.
‘Ulama besar madzhab Syafi’iyah yaitu al-Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar menyebutkan :
بابُ ما ينفعُ الميّتَ من قَوْل غيره : أجمع العلماء على أن الدعاء للأموات ينفعهم ويَصلُهم . واحتجّوا بقول اللّه تعالى : { وَالَّذِينَ جاؤوا مِنْ
ب عْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنا اغْفِرْ لَنا ولإِخْوَانِنا الَّذين سَبَقُونا بالإِيمَانِ } وغير ذلك من الآيات المشهورة بمعناها، وفي الأحاديث المشهورة كقوله
صلى اللّه عليه وسلم : " اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأهْ ل بَقِيعِ الغَرْقَ د " وكقوله صلى اللّه عليه وسلم : " اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنا وَمَيِّتِنَا " وغير ذلك .
“Bab perkataan dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi mayyit : ‘Ulama telah ber-ijma’
(bersepakat ) bahwa do’a untuk orang meninggal dunia bermanfaat dan pahalanya sampai
kepada mereka. Dan ‘Ulama’ berhujjah dengan firman Allah : {“Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka, mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudarasaudara
kami yang telah beriman lebih dulu dari kami (59:10)”}, dan ayat-ayat lainnya yang
maknanya masyhur, serta dengan hadits-hadits masyhur seperti do’a Nabi shallallahu ‘alayhi
wa sallam “ya Allah berikanlah ampunan kepada ahli pekuburan Baqi al-Gharqad”, juga do’a :
2 Lihat : Tafsir Ma’alimut Tanzil lil-Imam al-Baghawi asy-Syafi’i (w. 516 H).
3 Lihat ; Ibid. “Ash-Shalah” menurut bahasa adalah do’a. Frasa “sakanun lahum” yaitu sesunguhnya do’amu sebagai rahmat
bagi mereka, ini qaul Ibnu ‘Abbas. ; Juga didalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhiim, Ibnu Katsir.
4 Shahih Muslim no. 1618 ; Sunan an-Nasa’i no. 2012 ; Assunanul Kubra lil-Imam al-Baihaqiy (4/79) ; Musnad Abu Ya’la no.
4635 ; Shahih Ibnu Hibban no. 3239 ;
“ya Allah berikanlah Ampunan kepada yang masih hidup dan sudah meninggal diantara
kami”, dan hadits- yang lainnya.” 5
Didalam Minhajuth Thalibin :
وتنفع الميت صدقة ودعاء من وارث وأجنبي.
“dan memberikan manfaat kepada mayyit berupa shadaqah juga do’a dari ahli waris dan
orang lain” 6
Imam al-Mufassir Ibnu Katsir asy-Syafi’i terkait do’a dan shadaqah juga menyatakan sampai.
فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما
“Adapun do’a dan shadaqah, maka pada yang demikian ulama telah sepakat atas sampainya
pahala keduanya, dan telah ada nas-nas dari syariat atas keduanya”. 7
Syaikh an-Nawawi al-Bantani (Sayyid ‘Ulama Hijaz) didalam Nihayatuz Zain :
وَالدُّعَاء ينفع الْمَيِّت وَهُوَ عقب الْقِرَاءَة أقرب للإجابة
“dan do’a memberikan manfaat bagi mayyit, sedangkan do’a yang mengiringi pembacaan al-
Qur‘an lebih dekat di ijabah”.8
Syaikh al-‘Allamah Zainudddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari didalam Fathul Mu’in :
وتنفع ميتا من وارث وغيره صدقة عنه ومنها وقف لمصحف وغيره وبناء مسجد وحفر بئر وغرس شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد
موته. ودعاء له إجماعا وصح في الخبر أن الله تعالى يرفع درجة العبد في الجنة باستغفار ولده له وقوله تعالى: {وَأَنْ لَيْ س لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا
سَعَى} عام مخصوص بذلك وقيل منسوخ.
“dan memberikan manfaat bagi mayyit dari ahli waris atau orang lain berupa shadaqah
darinya, diantara contohnya adalah mewaqafkan mushhaf dan yang lainnya, membangun
masjid, sumur dan menanam pohon pada masa dia masih hidup atau dari orang lain yang
dilakukan untuknya setelah kematiannya, dan do’a juga bermanfaat bagi orag mati
berdasarkan ijma’, dan telah shahih khabar bahwa Allah Ta’alaa mengangkat derajat seorang
hamba di surga dengan istighafar (permohonan ampun) putranya untuknya 9. dan tentang
firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun makhsush dengan hal itu,
bahkan dikatakan mansukh”. 10
Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi didalam I’anatuth Thalibin :
(قوله: ودعاء) معطوف على صدقة، أي وينفعه أيضا دعاء له من وارث وغيره،
“Frasa (do’a) ma’thuf atas lafadz shadaqah, yakni do’a juga memberikan manfaat bagi orang
mati baik dari ahli waris atau orang lain”.11
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari didalam Fathul Wahab :
" وينفعه " أي الميت من وارث وغيره " صدقة ودعاء " بالإجماع وغيره وأما قوله تعالى: {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} فعام
مخصوص بذلك وقيل منسوخ وكما ينتفع الميت بذلك ينتفع به المتصدق والداعي
5 Lihat Al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam an-Nawawi hal. 150.
6 Lihat ; Minhajuth Thalibin lil-Imam an-Nawawi [hal. 193].
7 Lihat ; Tafsirul Qur’an al-‘Adzhim li-Ibni Katsir (7/465).
8 Lihat : Niyahatuz Zain fiy Irsyadil Mubtadi-in lil-Syaikh Ibnu ‘Umar an-Nawawi al-Jawi [hal. 162]
9 Haditsnya terdapat dalam Shahih Muslim (1631), Ibnu Majah [3660], Musnad Ahmad [8540] dan ad-Darimi [3464].
10 Lihat : Fathul Mu’in bisyarhi Qurrati ‘Ain, al-‘Allamah Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari [hal. 431].
11 Lihat : I’anatuth Thalibin li-Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi [3/256].
“dan memberikan manfaat bagi orang mati baik dari ahli waris atau orang lain berupa
shadaqah dan do’a berdasarkan ijma’ dan hujjah lainnnya, adapun firman Allah {wa an laysa
lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun makhshush dengan hal itu bahkan dikatakan
mansukh, sebagaimana itu bermanfaat bagi mayyit juga bermanfaat bagi person yang
bershadaqah dan yang berdo’a”.12

Imam Ibnu Hajar al-Haitami didalam Tuhfatul Muhtaj :
(وينفع الميت صدقة) عنه ومنها وقف لمصحف وغيره وحفر بئر وغرس شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد موته (ودعاء) له (من
وهما مخصصان وقيل ناسخان « إن الله تعالى يرفع درجة العبد في الجنة باستغفار ولده له » : وارث وأجنبي) إجماعا وصح في الخبر
لقوله تعالى {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} [النجم: 39 ] إن أريد ظاهره وإلا فقد أكثروا في تأويله، ومنه أنه محمول على الكافر أو أن
معناه لا حق له إلا فيما سعى، وأما ما فعل عنه فهو محض فضل لا حق له فيه
“dan memberikan manfaat kepada mayyit berupa shadaqah darinya, seperti mewaqafkan
mushhaf dan yang lainnya, menggali sumur dan menanam pohon pada masa hidupnya atau
dari orang lain untuknya setelah kematiannya, dan do’a juga bermanfaat bagi orang mati baik
berasal dari ahli waris atau orang lain berdasarkan ijma’ dan telah shahih didalam khabar
bahwasanya Allah mengangkat derajat seorang hamba didalam surga dengan istighafar
anaknya untuknya, keduanya (ijma’ dan khabar) merupakan pengkhusus, bahkan dikatakan
sebagai penasikh untuk firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa ma sa’aa} jika menginginkan
dhahirnya, namun jika tidak maka kebanyakan ulama menta’wilnya, diantaranya itu dibawa
atas pengertian kepada orang kafir atau maknanya tidak ada haq baginya kecuali pada
perkara yang diusahakannya”. 13
Imam Syamsuddin al-Khathib as-Sarbiniy didalam Mughni :
ثم شرع فيما ينفع الميت فقال (وتنفع الميت صدقة) عنه، ووقف، وبناء مسجد، وحفر بئر ونحو ذلك (ودعاء) له (من وارث وأجنبي)
كما ينفعه ما فعله من ذلك في حياته
“kemudian disyariatkan tentang perkara yang bermanfaat bagi mayyit, maka kemudian ia
berkata (dan bermanfaat bagi mayyit berupa shadaqah) darinya, waqaf, membangun masjid,
menggali sumur dan seumpamanya, (juga bermanfaat berupa do’a) untuknya (baik dari ahli
waris atau orang lain) sebagaimana bermanfaatnya perkara yang ia kerjakan pada masa
hidupnya”. 14
Al-‘Allamah Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi didalam As-Siraajul Wahaj :
وتنفع الميت صدقة عنه ووقف مثلا ودعاء من وارث وأجنبي كما ينفعه ما فعله من ذلك في حياته ولا ينفعه غير ذلك من صلاة وقراءة
ولكن المتأخرون على نفع قراءة القرآن وينبغي أن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأناه لفلان بل هذا لا يختص بالقراءة فكل أعمال الخير
يجوز أن يسأل الله أن يجعل مثل ثوابها للميت فان المتصدق عن الميت لا ينقص من أجره شيء
“dan shadaqah darinya bisa memberikan manfaat bagi mayyit seumpama mewaqafkan
sesuatu, juga do’a dari ahli waris atau orang lain sebagaimana bermanfaatnya sesuatu yang
itu ia lakukan pada masa hidupnya dan tidak memberikan manfaat berupa shalat dan
pembacaan al-Qur’an akan tetapi ulama mutaakhirin berpendapat atas bermanfaatnya
pembacaan al-Qur’an, dan sepatutrnya mengucapakan : “ya Allah sampaikan apa apa yang
kami baca untuk fulan”, bahkan ini tidak khusus untuk qira’ah saja tetapi juga seluruh amal
kebaikan boleh untuk memohon kepada Allah agar menjadikan pahalanya untuk mayyit,
sungguh orang yang bershadaqah untuk mayyit tidak mengurangi pahalanya dirinya”.15
Al-‘Allamah Syaikh Sulaiman al-Jamal didalam Futuhat al-Wahab :
12 Lihat : Fathul Wahab bisyarhi Minhajith Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari [w. 926 H] (2/23).
13 Lihat : Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibnu Hajar al-Haitami [7/72].
14 Lihat : Mughni al-Muhtaj, Imam Syamsuddin al-Khatib as-Sarbini [4/110].
15 Lihat : as-Sirajul Wahaj ‘alaa Matni al-Minhaj lil-‘Allamah Muhammad az-Zuhri [1/344]
قوله: وينفعه صدقة) ومنها وقف لمصحف وغيره وحفر بئر وغرس شجرة منه في حياته، أو من غيره عنه بعد موته ودعاء له من وارث
وأجنبي إجماعا
“(frasa bermanfaatnya shadaqah) diantaranya yakni waqaf untuk mushhaf dan yang lainnya,
menggali sumur dan menanam pohon darinya pada masa hidupnya atau dari orang lain
untuknya setelah kematiannya, dan do’a untuknya dari ahli waris dan orang lain berdasarkan
ijma’”.16
Masih banyak lagi pertanyaan ulama-ulama Syafi’iyah yang termaktub didalam kitab-kitab mereka.
Oeh karena itu dapat disimpulkan bahwa do’a jelas sampai dan memberikan kepada orang mati dan
ulama telah berijma’ tentang ini. Artinya dari sini, mayyit bisa memperoleh manfaat dari amal orang
lain berupa do’a. Ini adalah amal baik dan penuh kasih sayang terhadap saudara muslimnya yang
telah meninggal dunia, dan telah menjadi kebiasaan kaum muslimin terutama yang bermandzhab
syafi’i baik di Indonesia yang lainnya, yang dikemas dalam kegiatan tahlilan.

II. SHADAQAH UNTUK ORANG MATI
Telah diketahui sebelumnya pada kutipan-kutipan diatas bahwa pahala shadaqah juga sampai kepada
orang mati sebagaimana do’a, dan memberikan manfaat bagi orang mati. Sebagai tanbahan dari
pernyataan sebelumnya maka berikut diantara hadits dan juga pendapat ‘ulama Syafi’iyah lainnya
tentang bermanfaatnya shadaqah untuk orang mati. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan :
أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن
تصدقت عنها قال نعم
“Sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian
ia berkata ; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia (mendadak)
namun ia belum sempat berwasiat, dan aku menduga seandainya sempat berkata-kata ia
akan bershadaqah, apakah ia akan mendapatkan pahala jika aku bershadaqah atas beliau ?,
Nabi kemudian menjawab ; “Iya (maka bershadaqahlah, riwayat lain)”.17
Ketika mengomentari hadits ini, Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan :
وفي هذا الحديث : أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها ، وهو كذلك بإجماع العلماء ، وكذا أجمعوا على وصول الدعاء
وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ، ويصح الحج عن الميت إذا كان حج الإسلام ، وكذا إذا وصى بحج التطوع على الأصح
عندنا ، واختلف العلماء في الصواب إذا مات وعليه صوم ، فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه
“Pengertian dalam hadits ini adalah bahwa shadaqah dari mayyit bermanfaat dan pahalanya
sampai kepada mayyit, dan hal itu dengan ijma’ ulama, sebagaimana juga ulama ber-ijma’
atas sampainya pahala do’a dan membayar hutang berdasarkan nas-nas yang telah warid
didalam keseluruhannya, dan juga sah berhaji atas mayyit apabila haji Islam, dan seperti itu
juga ketika berwasiat haji sunnah berdasarkan pendapat yang ashah (lebih sah), dan Ulama
berikhtilaf tentang pahala orang yang meninggal dunia namun memiliki tanggungan puasa,
pendapat yang rajih (lebih unggul) memperbolehkannya (berpuasa atas namanya)
berdasarkan hadits-hadits shahih tentang hal itu”. 18
وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردي البصري الفقيه الشافعي في كتابه الحاوي عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا
يلحقه بعد موته ثواب فهو مذهب باطل قطعا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة وإجماع الأمة فلا التفات إليه ولا تعريج عليه
16 Lihat : Futuhatul Wahab lil-Imam Sulaiman al-Jamal (Hasyiyatul Jamal) [4/67].
17 Shahih Muslim no. 1672 ( Bab sampainya pahala shadaqah dari mayyit atas dirinya) dan no. 3083 (Bab sampainya pahala
shadaqah kepada mayyit), dalam bab ini Imam Muslim mencantum beberapa hadits lainnya yang redaksinya mirip ; Mustakhraj
Abi ‘Awanah no. 4701.
18 Lihat ; Syarah Shahih Muslim [3/444] Imam Nawawi
“Adapun mengenai yang dikisahkan oleh Qadli dari pada qadli Abul Hasan al-Mawardi al-
Bashriy al-Faqih asy-Syafi’i didalam kitabnya (al-Hawiy) tentang sebagian ahli bicara yang
menyatakan bahwa mayyit tidak bisa menerima pahala setelah kematiannya, itu adalah
pendapat yang bathil secara qath’i dan kekeliruan diantara mereka berdasarkan nas-nas al-
Qur’an, as-Sunnah dan kesepakatan (ijma’) umat Islam, maka tidak ada toleransi bagi
mereka dan tidak perlu di hiraukan. 19
Banyak penjelasan kitab-kitab syafi’iyah yang senada dengan hal diatas. Hal yang juga perlu di garis
bawahi disini adalah bahwa seseorang bisa memperolah manfaat dari amal orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan anda di sini